Jumat, 05 September 2008

Menengok Tarakan Tempo Dulu

Menengok Tarakan Tempo Dulu

Makalah Rusliana


Tarakan, pulau kecil penghasil minyak dilepas pantai timur Kalimantan, adalah salah satu pemicu perang pasifik yang terlupakan. Fakta sejarah ini terkubur oleh sudut pandang sejarah perang dunia kedua terutama perang pasifik yang mengalami ” Amerikanisasi “.
Sesungguhnya pada decade tahun 30an, jepang sebagai Negara industri baru di asia harus bersaing memperoleh sumber daya alam dengan Negara barat yang telah menjajah Asia pasifik selama berabad -abad.
Alhasil, Jepang harus mencari sumber alam terutama minyak diwilayah lain. Yang memungkinkan adalah minyak di kepulauan Indonesia ( Ketika itu bernama Hindia Belanda ), dan sumber minyak terdekat di Nusantara dari jepang adalah Tarakan. Secara geografispun tarakan sangat strategis karena menghubungkan jalur laut Australia -Filiphina - Timur Jauh.
Mengapa Tarakan ? Bukankah ada lapangan minyak Brunei, Cepu, Pangkalan Brandan ataupun Palembang ?
Jawabannya ada pada Amsterdam Effectenblad tahun 1932 yang berkomentar” Kualitas minyak bumi di Tarakan cukup baik, sehingga kapal - kapal besar boleh minyak dengan segera dan bisa dikasih masuk dalam tangki”. Menurut catatan pihak sekutu, sebelum perang dunia kedua, Tarakan menghasilkan 6 juta barel minyak setiap tahun .

Sejarahpun mencatat, tempat pertama dikepulauan Nusantara yang didarati jepang adalah tarakan. Sekitar 15.000 serdadu jepang mendarat di tarakan awal januari 1942 tanpa mendapat perlawanan berarti dari 2.000 prajurit belanda yang bertahan disana. Tarakanpun direbut dalam waktu tiga hari. Komandan militer belanda Letnan Kolonel De Waal, menyerah kapada jenderal Sakaguchi, yang memimpin bala tentara jepang. Serangan ke tarakan membuka jalan untuk serbuan lanjutan kesumber minyak lainnya di Balikpapan, Tanjung, Pangkalan Brandan, Palembang, Cepu.
Tanggal 1 mei 1945, Tarakan kembali digempur dan dibumi hanguskan oleh serdadu sekutu yang berjumlah 2000.
Melawan 2000 prajurit Angkatan laut dan Angkatan darat jepang. Setelah pertempuran berdarah hingga dua bulan barulah Tarakan dapat direbut dari tangan jepang.
Tulisan ini bermaksud membuka sudut pandang baru tentang perang pasifik sekaligus mengingatkan nilai strategis wilayah - wilayah terluar kepulauan Indonesia yang maha kaya sumber daya alam.
SEJARAH MINYAK DI TARAKAN MULA I1897
Pulau Tarakan dalam pelajaran geografi di Indonesia dan di Belanda, itu dikenal sebagai ” Pulau Minyak “. Kini kegiatan pertambangan migas dimulai sejak zaman penjajahan belanda masih harus berlangsung walaupun produksinya sudah tidak besar lagi.
Bahkan pada perang dunia II, Jepang memilih tarakan sebagai pintu masuk pertama di Indonesia yang diduga kuat disamping karena letak geografisnya yang strategis, juga karena alasan sumber daya alam.

Kini masyarakat kota Tarakan maupun pendatang, dapat dengan mudah melihat menara atau telaga migas, tangki - tangki dan pompa angguk migas sebagai bukti bahwa Tarakan memang sebuah “pulau minyak “.
Sejarah perminyakan di Tarakan dimulai pada tahun 1897, Ketika BPM ( Batavia Petroleum Maatschappij ) sumber lain TPM ( Tarakan Petroleum Maatschappij ) melakukan pengeboran minyak di bagian tenggara pulau Tarakan.
Pada tahun 1941, produksi pertahun mencapai 4,58 juta barel minyak atau rata - rata produksi harian 12,550 BOPD ( Barrel Oil Per Day ). Tetapi menyelang masuknya tentara jepang ketarakan, produksi migas turun drastis bahkan berhenti lantaran semua fasilitas perminyakan dihancurkan.
Kemudian pada tahun 1945, Katanya hasil pengeboran dari sekitar 160 sumur minyak oleh jepang menghasilkan produksi 3,6 juta barel atau hamper mencapai sekitar 10.000 BOPD. Konstruksi menara ( Telaga ) peniggalan jepangbisa dibedakan dari peninggalan Belanda. Menara jepang berkaki tiga, sementara yang dibuat BPM berkaki empat.
Pengelolaan migas di Tarakan pasca kemerdekaan kemudian berturut - turut dipegang PN Pertamina sejak tahun 1965 - 1968, Redco 1968-1971, Tetaro 1971 - 1992 dan sejak tahun 1992 dikelola oleh PT.Expan Kalimantan.
Produksi minnyak awal mengalirnya secara natural, tetapi sejak tahun 1991 Umumnya migas di Tarakan sendiri sebagaimana cadangan sumber daya mineral umumnya, bisa dibedakan antara cadangan terbukti ( Proven Reserves ) Cadangan Sekira ( Probable Reserves ), Cadangan harapan (Possible Reserves ).

Berdasarkan perhitungan PT. Goetek Nusantara ( 2002 ) besarnya cadangan awal minyak bumi dikota Tarakan untuk katagori cadangan terbukti terkira adalah masing - masing 424,601 juta, 15,029 juta, 11,547 juta barel minyak. Sementara cadangan awal gas untuk katagori cadangan terbukti, kira - kira 308,6 milyar kubik, 84,5 BCFG. Jadi total cadangan gas adalah 119,2 BCFG.
Selain ditentukan oleh besarnya cadangan awal migas yang ada, harga jual dan teknologi juga sangat ditentukan oleh cadangan migas terambil yaitu produksi maksimum yang dapat diambil. Cadangan migas terambil merupakan perkalian dari recovery factor dengan cadangan migas di tempat. Kita tahu, bahwa sumber daya migas sebagai sumber daya tidak dapat diperbaharui suatu saat akan habis jika terus diproduksi tatapi dalam perhitungan kurun waktu tertentu, jumlah cadangan bisa bertambah dan berkurang. Tergantung dari ada tidaknya penemuan cadangan baru dari eksplorasi yang dilakukan , perkembangan nilai / harga jual migas dan teknologi.
Setelah minyak bumi ditemukan pada abad ke 18 oleh salah satu perusahaan minyak belanda, Tarakan menjadi primadona para pengusaha minyak dunia. Apalagi hasil minyak bumi Tarakan Kualitasnya termasuk yang terbaik di dunia dan menurut para sejarahwan minyak hasil perut bumi Tarakan tidak memerlukan proses yang banyak dan dapat langsung digunakan. Perang dunia kedua, Tarakan memberi andil besar terutama diakibatkan hasil tambangnya minyak. Pertempuran besar - besaran terjadinya disini dan salah satu pemicu perang dunia pertama di kawasan Asia pasifik juga berasal dari kota minyak tarakan.Tarakan dengan kepiawaiannya mengatur kotanya paguntaka dengan sangat baik sehinnga tarakan menyulap kota yang kecil ini menjadi kota persinggahan yang dilengkapi sarana dan prasarana terbaik di kawasan utara Kalimantan timur, selain itu ditarakan menjadi andalan Indonesia penghasil minyak

bumi di pulau Kalimantan. Karena minyak bumi adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, maka masyarakat kota Tarakan khususnya dan Indonesia pada umumnya hams mulai menghemat, lama kelamaan kita akan mengalami krisis listrik karena sumber daya minyak bumi sudah habis.
Jadi pengelolaan sumber daya alam di Tarakan harus dilakukan dengan sebaik mungkin, agar kelak anak cucu kita akan menikmatinya. Karena warisan apa yang dapat kita berikan kalau sumber daya alamnya sudah habis ? Dan penghargaan demi penghargaan di berikan kepada kota berbentuk pulau ini sebagai bukti keberhasilan pembangunan. Penghargaan itu adalah di tahun 2003, juara Government Awards dengan predikat Best of The Best ,lalu di tahun 2004 masuk 10 besar dalam bidang IT (Informasi Tekhnologi ). Tahun 2005 , mendapat penghargaan Pengelolaan kota terbaik, Otonomi Awads, Certifikat of Recognation oleh united nations words dari general ( ASEAN ) dan terahir tahun yang sama anugrah kepemudaan dari menpora.
Tujuh penghargaan ini, menampakkan dengan jelas prestasi pemerintah dalam mengelola kota yang bermoto BAIS. Dan Tarakan juga dijadikan contoh kota skala kecil yang dapat membangun dengan baik. Itu dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudoyono beberapa waktu lalu saat datang ke Tarakan, Beliau salut dengan Pembangunan kota Tarakan yang berupaya menjadikannya sebagai New Singapore.

DAFTAR PUSTAKA.
Santoso, Iwan. 2004. Tarakan “PEARL HARBOR”Indonesia (1942-1945). PT Gramedia Pustaka Jakarta.
Berita, Tarakan.2003. Sejarah Minyak di Tarakan mulai 1897. Berita Tarakan.

Label:

PELUANG DAN TANTANGAN PENGELOLAHAN SDA KELAUTAN DAN PESISIR DI TARAKAN DAN SEKITARNYA

PELUANG DAN TANTANGAN PENGELOLAHAN SDA KELAUTAN DAN PESISIR DI TARAKAN DAN SEKITARNYA

HEPPl IROMO SP MSi
Dosen Fakultas Perikanan dan limit Kelautan
Universitas Borneo

Kota Tarakan hanya memiliki luas daratan 250,80 km2 dan luas lautan 406,53 km2, tetapi Kota Tarakan telah berkembang menjadi kota jasa yang memiliki berbagai fasilitas yang memadai untuk berbagai aktivitas bisnis. Perlu disadari berkembangnya Kota Tarakan sebagai salah satu kota yang menjadi pusat di wilayah Utara Kalimantan Timur antara lain disebabkan oleh peran aktif Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat pada umumnya dalam melakukan berbagai investasi.
Tarakan berdasarkan luasannya merupakan salah satu dari pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia. Pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dengan habitat lain sehingga keterisolasian ini akan menambah keanekaragaman oraganisme yang hidup di pulau tersebut serta dapat juga membentuk kehidupan yang unik di pulau tersebut. Selain itu pulau kecil juga mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesies endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen. Akibat ukurannya yang kecil maka tangkapan air (catchment) pada pulau ini yang relatif kecil sehingga air permukaan dan sedimen lebih cepat hilang kedalam air. Jika dilihat dari segi budaya maka masyarakat pulau kecil mempunyai budaya yang umumnya berbeda dengan masyarakat pulau kontinen dan daratan (Dahuri, 1998).
Potensi perikanan Tarakan merupakan salah satu sektor yang dapat dibanggakan bagi daerah. Potensi tersebut antara lain; 1) Bidang budidaya perikanan; Produksi benur lokal sekitar 1172 juta ekor/tahun, Produksi benur luar sekitar 1548 juta ekor/tahun, Impor nener luar daerah sekitar 81 juta ekor/tahun, Produksi kepiting sekitar 54.650 kg/tahun. (Sumber: hasil survei (2006). 2) Bidang penangkapan: Produksi ikan segar berbagai Jem’s sekitar 3,5
juta kg/thn, Produksi ikan kering sekitar 635.424 kg/tahun. 3) Bidang industri perikanan dan kelautan: Produksi Udang rata-rata di Cold Storage sekitar 11.670.780 kg/tahun (Data DKP 2006), Produksi tepung limbah udang sekitar 20.400 kg/tahun, dan Produksi kapal kayu (berbagai tipe; Kapal Besar, Dompeng, Kapal Tempel, Perahu) sekitar 174 unit/tahun. 4) Wisata pesisir; Kota Tarakan telah memiliki tempat wisata di pesisir yaitu; Wisata pantai dan Konservasi hutan Mangrove.
1. Permasalahan Pulau Tarakan
Jumlah penduduk yang meningkat secara cepat dari waktu ke waktu disertai dengan intentsitas pembangunan yang terus meningkat dimana sumberdaya alam di daratan sudah mulai menipis dan dengan kenyataan bahwa sebagian besar dari penduduk dianggap tinggal di daerah pesisir, tidaklah mengherankan bahwa lingkungan pesisir dan laut menjadi pusat pemanfaatan sekaligus pengrusakan yang tingkatnya sudah cukup parah untuk beberapa daerah tertentu .
Banyaknya rumah yang tumbuh di daerah pesisir menjadikan suatu persoalan yang menyebabkan tidak optimal pembangunan berkelanjutan dalam mengelolaan wilayah pesisir untuk masyarakat di daerah tersebut. Hal ini juga dikarenakan kurangnya perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan yang selama ini dijalankan bersifat sektoral dan terpilah-pilah. Padahal karakteristik dan alamiah ekosistem pesisir dan lautan yang secara ekologis saling terkait satu sama lain termasuk dengan ekosistem lahan atas, serta beraneka sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan sebagai potensi pembangunan yang pada umumnya terdapat dalam suatu hamparan ekosistem pesisir, mensyaratkan bahwa pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan terpadu dan holostik.
Pengembangan areal pemukiman di daerah pesisir pantai pulau Tarakan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan penduduk jika tidak di atur. Sebagai contoh rumah-rumah yang dibangun untuk tempat pembelian ikan, udang dan tempat menjual bahan bakar untuk kapal. Posisinya telah jauh dari pantai dan jauh dari perumahan penduduk. Jika penduduk berkembang dan mulai mendekat dengan rumah-rumah tersebut, maka mereka akan menjual tanah tersebut dan akan membuat lagi rumah kearah laut yang agak jauh dari masyarakat.
Upaya pengaturan wilayah pemukiman penduduk di daerah pesisir sebaiknya sudah harus dimulai sebelum indikasi kerusakan yang parah menimpah kota Tarakan. Indikasinya yang dimaksud antara lain menurunnya daya dukung (potensi lestari) dari ekosistem pesisir dan lautan, pencemaran, degradasi fisik habitat pesisir, abrasi pantai, dan meningkatnya kejahatan dan kasus asusila.
Sebagai akibat pertambahan penduduk yang cepat dan untuk pemenuhan kebutuhannya ditambah pula dengan perluasan pemukiman, kegiatan-kegiatan industri, pariwisata, transportasi dan berbagai kegiatan lainnya menyebabkan pulau ini mendapat tekanan yang cukup berat akibat berbagai kegiatan tersebut serta pengeksploitasian sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya.
Permasalahan yang sering muncul di Tarakan dari segi keterbatasan sumberdaya alam antaralain;
a. Pencemaran
Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (DKP Rl, 2002).
Masalah pencemaran ini disebabkan karena aktivitas manusia seperti pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri,
penebangan kayu dan penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) serta limbah rumah tangga yang tinggal di daerah pesisir. Pembukaan lahan atas sebagai bagian dari kegiatan pertanian telah meningkatkan limbah pertanian baik padat maupun cair yang masuk ke perairan pesisir dan laut melalui aliran sungai.
Pengembangan kota dan industri merupakan sumber bahan sedimen dan pencemaran perairan pesisir dan laut. Pesatnya perkembangan pemukiman dan kota telah meningkatkan jumlah sampan baik padat maupun cair yang merupakan sumber pencemaran pesisir dan laut yang sulit dikontrol. Sektor industri dan pertambangan yang menghasilkan limbah kimia (berupa sianida, timah, nikel, khrom, dan Iain-lain) yang dibuang dalam jumlah besar ke aliran sungai sangat potensial mencemari perairan pesisir dan laut, terlebih bahan sianida yang terkenal dengan racun yang sangat berbahaya.
Banyaknya rumah yang tumbuh di daerah pesisir pulau Tarakan menjadikan suatu persoalan yang menyebabkan tidak optimal pembangunan berkelanjutan dalam mengelolaan wilayah pesisir untuk masyarakat di daerah tersebut. Wilayah pesisir Pulau Tarakan banyak didiami oleh pendatang dari luar pulau. Rumah-rumah di wilayah ini kondisinya sangat padat dan rapat sehingga lingkungannya terkesan agak kumuh dan yang bermukim disana tidak saja masyarakat nelayan tetapi juga masyarakat yang berstatus non nelayan.
c. Kerusakan Fisik Habitat
Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan telah mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Kerusakan fisik habitat di pulau Tarakan terjadi pada ekosistem mangrove. Saat ini hutang mangrove yang tersisa sekitar 788 ha. Kebanyakan rusaknya habitat di daerah pesisir adalah akibat aktivitas manusia seperti konversi hutan mangrove untuk
kepentingan pemukiman, pembangunan infrastruktur, dan perikanan tambak.
d. Abrasi Pantai
Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya abrasi pantai, yaitu : 1) proses alarm (karena gerakan gelombang pada pantai terbuka), 2) aktivitas manusia. Kegiatan manusia tersebut misalnya kegiatan penebangan hutan (HPH) atau pertanian di lahan atas yang tidak mengindahkan konsep konservasi telah menyebabkan erosi tanah dan kemudian sedimen tersebut dibawa ke aliran sungai serta diendapkan di kawasan pesisir. Aktivitas manusia lainya adalah menebang atau merusak ekosistem mangrove di garis pantai baik untuk keperluan kayu, bahan baku arang, maupun dalam rangka pembuatan tambak. Padahal menurut Bengen (2001) hutan magrove tersebut secara ekologis dapat berfungsi : 1) sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur, dan penangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan; 2) penghasil detritus (bahan makanan bagi udang, kepiting, dan Iain-lain) dan mineral-mineral yang dapat menyuburkan perairan; 3) Sebagai daerah nurshery ground, feeding ground dan spawing ground bermacam biota perairan.
Kerusakan sepanjang garis pantai yang diakibatkan oleh abrasi perlu dicermati dengan hati-hati agar langkah pengelolaan yang dilakukan berdampak baik. Pengelolaan yang berdampak baik dimulai dari tahap pemHihan berbagai alternatif ilmu dan teknologi yang akan digunakan. Hal ini sangat menentukan dikaitkan dengan keberhasilan mengurangi kerusakan dalam jangka waktu yang lama dan memberikan manfaat besar serta sekaligus mengikut sertakan masyarakat sekitarnya. Sehingga akan tumbuh kesadaran untuk menjaga aset daerah ini secara lestari. Lebih-lebih dengan telah keluarnya ketetapan Pemerintah Indonesia pada tanggal 7 Mei 1999 berupa UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan adanya UU ini, maka membawa implikasi baru bagi pembangunan di wilayah pesisir. Bila sebelumnya seluruh wilayah perairan laut Indonesia berada pada wewenang pemerintah pusat,
maka sekarang pemerintah daerah (propinsi dan kota/kabupaten) memiliki wewenang pengelolaan atas sebagian wilayah perai’ran laut ini.
2.Pemanfaatan dan Pengelolaan
Melihat akan segala potensi, permasalahan dan kendala yang ada, bukan berarti bahwa kota Tarakan tidak dapat dibangun atau dikembangkan sama sekali, akan tetapi pola pembangunannya harus mengikuti kaidah-kaidah ekologis khususnya yaitu pembangunan yang secara keseluruhan tidak boleh melebihi daya dukung dari pulau tersebut sehingga dampak negatif (fisik dan non-fisik) dari kegiatan pembangunan harus ditekan seminimal mungkin untuk tidak melebihi daya dukung.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu (PWPLT) memerlukan informasi tentang potensi pembangunan yang dapat dikembangkan di suatu wilayah pesisir dan lautan beserta permasalahan yang ada, baik aktual maupun potensial. Pada dasarnya ditujukan untuk mendapatkan pemanfaatan sumber daya dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di wilayah ini secara berkelanjutan dan optimal bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, rumusan pengaturan wilayah pemukiman disusun berdasarkan pada potensi, peluang, permasalahan, kendala dan kondisi aktual yang ada, dengan mempertimbangkan pengaruh lingkungan yang strategis terhadap pembangunan nasional, otonomi daerah dan globalisasi.
Secara umum ada tiga langkah utama dalam pengelolaan suatu wilayah secara terpadu guna pembagunan berkelanjutan yaitu (i) perencanaan; (ii) pelaksanaan dan (iii) pemantauan dan evaluasi (Dahuri et al 1995; Dutton dan Hotta, 1995; Cicin-Sain dan Knecht, 1998).
Perencanaan dimulai dengan pengidentifisian masalah utama selanjutnya diikuti dengan pendefenisian permasalahan ditambah masukan dari aspirasi lokal (masyarakat) dan nasional dan informasi menyangkut potensi sumberdaya dan ekosistem maka disusunlah tujuan dan sasaran dengan memperhatikan peluang dan kendala yang ada. Tahap selanjutnya adalah memformulasikan rencana kegiatan yang kemudian diikuti dengan pelaksanaan rencana. Pada
tahap pelaksanaan ini diikuti dengan tindakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana tersebut. Informasi dari pemantauan dan evaluasi dipakai sebagai umpan balik untuk melakukan formulasi ulang apabila dalam pelaksanaan rencana ada yang tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan untuk kemudian diformulasikan kembali. Dengan proses-proses ini diharapkan pembangunan berkelanjutan pada ekosistem dapat dicapai.
Dikarenakan karakterisitik pulau kecil yang unik dan pada umumnya rentan dan peka terhadap berbagai macam tekanan manusia (anthropogenic) maupun tekanan alam, maka dalam pemanfaatannya harus lebih hati-hati. Agar penggunaannya dapat berkelanjutan maka secara garis besar eksosistem pulau-pulau kecil itu harus bisa dipilah menjadi tiga tingkatan yaitu 1) tingkatan preservasi; 2) tingkatan konservasi dan 3) tingkatan pemanfaatan. Tingkatan preservasi adalah suatu daerah yang memiliki ekosistim unik, biota endemik, atau proses-proses penunjang kehidupan seperti daerah pemijahan, daerah pembesaran dan alur migrasi biota perairan. Pada tingkatan ini kegiatan yang diperbolehkan hanyalah pendidikan dan penelitian ilmiah, tidak diperkenangkan adanya kegiatan pembangunan. Tingkatan konservasi adalah daerah yang diperuntukan bagi kegiatan pembangunan (pemanfaatan) secara terbatas dan terkendali misalnya kawasan hutan mangrove atau terumbu karang untuk kegiatan wisata alam (ecotourism), sementara itu tingkatan pemanfaatan diperuntukan bagi kegiatan pembangunan yang lebih intensif seperti industri, tambak, pemukiman, pelabuhan dan sebagainya.
Selanjutnya setelah kita berhasil memetakan setiap kegiatan pembangunan yang secara ekologis sesuai dengan lokasi tersebut maka hal berikut yang harus kita buat adalah menentukan laju optimal setiap kegiatan pembangunan (sosial, ekonomi dan ekologis) yang menguntungkan dan ramah lingkungan yaitu suatu kegiatan pembangunan yang tidak melebihi daya dukung dari wilayah tersebut dan daya pulih (recovery) atau daya lenting (resilience) dari sumberdaya yang dimanfaatkan dengan memperhatikan aspirasi
masyarakat lokal dan nasional (Dahuri et al, 1995; Dahuri, 1998; Ongkosongo,
1998).
3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Mempertimbangkan karakteristik masyarakat pesisir, khususnya nelayan sebagai komponen yang paling banyak, serta cakupan atau batasan pemberdayaan maka sudah tentu pemberdayaan nelayan patut dilakukan secara komprehensif. Pembangunan yang komprehensif, menurut Asian Development Bank (ADB) dalam Nikijuluw (1994), adalah pembangunan dengan memiliki ciri-a’ri 1) berbasis lokal; 2) berorientasi pada peningkatan kesejahteraan; 3) berbasis kemitraan; 4) secara holistik; dan 5) berkelanjutan.
Pembangunan berbasis lokal adalah bahwa pembangunan itu bukan saja dilakukan setempat tetapi juga melibatkan sumber daya lokal sehingga akhirnya return to local resource dapat dinikmati oleh masyarakat lokal. Dengan demikian maka prinsip daya saing komparatif akan dilaksanakan sebagai dasar atau langkah awal untuk mencapai daya saing kompetitif. Pembangunan berbasis lokal tidak membuat penduduk lokal sekedar penonton dan pemerhati di luar sistem, tetapi melibatkan mereka dalam pembangunan itu sendiri.
Pembangunan yang berorientasi kesejahteraan menitikberatkan kesejahteraan masyarakat dan bukannya peningkatan produksi. Ini merubah prinsip-prinsip yang dianut selama ini yaitu bahwa pencapaian pembangunan lebih diarahkan pemenuhan target-target variable ekonomi makro. Pembangunan komprehensif yang diwujudkan dalam bentuk usaha kemitraan yang mutualistis antara orang lokal (orang miskin) dengan orang yang lebih mampu. Kemitraan akan membuka akses orang miskin terhadap teknologi, pasar, pengetahuan, modal, manajemen yang lebih baik, serta pergaulan bisnis yang lebih luas.
Pembangunan secara holistik dalam pembangunan mencakup semua aspek. Untuk itu setiap sumber daya lokal patut diketahui dan didayagunakan. Kebanyakan masyarakat pesisir memang bergantung pada kegiatan sektor kelautan (perikanan), tetapi itu tidak berarti bahwa semua orang harus
bergantung pada perikanan. Akibat dari semua orang menggantungkan diri pada perikanan yaitu kemungkinan terjadinya degradasi sumber daya ikan, penurunan produksi, kenaikan biaya produksi, penurunan pendapatan dan penurunan kesejahteraan.
Pembangunan yang berkelanjutan mencakup juga aspek ekonomi dan sosial. Keberlanjutan ekonomi berarti bahwa tidak ada eksploitasi ekonomi dari pelaku ekonomi yang kuat terhadap yang lemah. Dalam kaitannya ini maka perlu ada kelembagaan ekonomi yang menyediakan, menampung dan memberikan akses bagi setiap pelaku. Keberlanjutan sosial berarti bahwa pembangunan tidak melawan, merusak dan atau menggantikan system dan nilai sosial yang positif yang telah teruji sekian lama dan telah dipraktekkan oleh masyarakat.

Label:

Google Groups
Pencariilmu
Kunjungi grup ini
Akses Internet Murah
3 Kunci + Rumus Sukses Bisnis di Internet
Kami promosikan usaha anda di 115 situs iklan baris
Punya web/blog bisa dapat duit kayak ADSENSE
VCD Lesson Musik
Punya web/blog bisa dapat duit kayak ADSENSE

Get logo Here


Kampanyekan Anti Narkoba tempatkan logo berikut di blog anda


Get logo Here

Your Ad Here